Rapat Pleno Baleg Bahas Pemberian Daerah Istimewa pada RUU Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh
Anggota Badan Legislasi (Baleg DPR RI) Guspardi Gaus dalam rapat yang diselenggarakan di Ruang Rapat Baleg DPR RI di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (7/6/2023). Foto : Farhan/Man
Anggota Badan Legislasi (Baleg DPR RI) Guspardi Gaus menyoroti ketentuan Pasal 5 huruf d pada Rancangan Undang-undang Kabupaten Aceh Tengah, Aceh Timu, dan Aceh Utara dalam Rapat Pleno yang membahas mengenai harmonisasi 27 RUU tentang kabupaten/kota. Hal ini berkaitan dengan pemberian daerah keistimewaan kepada ketiga kabupaten tersebut yang menurutnya tidak menjadi bagian yang direvisi.
“Aceh merupakan daerah istimewa, itu provinsi, tentu itu juga berkaitan dengan wilayah kabupaten/kota. Oleh karena itu, tentu harus disinergikan antara provinsi dengan kabupaten/kota ini. Jangan sampai nanti terjadi missed informasi dan missed aturan-aturan main yang berkaitan terhadap keistimewaan daripada provinsi Aceh itu,” ucapnya dalam rapat yang diselenggarakan di Ruang Rapat Baleg DPR RI di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (7/6/2023).
Lanjutnya, dirinya juga pernah menyampaikan bahwasannya dalam penyusunan RUU kabupaten/kota ini tidak boleh melakukan perubahan nama, meminta daerah istimewa, dan meminta daerah khusus. Yang dibenarkan, yakni memberikan apresiasi kepada kabupaten/kota tentang kearifan lokal.
“Kita ini adalah bhineka tunggal ika. Oleh karena itu kalau seandainya memang ada kawan-kawan dari berbagai kabupaten/kota yang ingin memasukan tentang kearifan lokal, menurut saya itu sah-sah saja dan itu tetap ada dalam kerangka NKRI dan mengacu pada UUD 1945,” ujar Politisi Fraksi PAN itu.
Perihal Keistimewaan Aceh ini, Syamsurizal selaku perwakilan pengusul dari Komisi II menyatakan bahwa sebetulnya Aceh sudah tidak lagi disebut dengan provinsi daerah menurut undang-undang nomor 11 tahun 2006. “Hanya saja dalam pengaturan kita, tadi sebagaimana disebutkan tentang daerah istimewa Aceh Tengah, Aceh Timur, dan Aceh Utara bahwasannya itu memang permintaan mereka, untuk itu dimasukan bahasa-bahasa istimewanya,” tuturnya.
Wakil Ketua Komisi II itu pun menyarankan apabila pemberian istimewa itu akan dimasukan maka sebaiknya diseragamkan saja. Sehingga dalam RUU kabupaten/kota di Provinsi Aceh akan dicantumkan sebagai daerah istimewa. “Walaupun ujungnya induknya adalah Provinsi Aceh tapi untuk kabupaten/kota kalau mau kita sebutkan istimewa, memang menjadi hak anggota Baleg bersama kita semua dengan komisi pengusul,” pungkasnya.
Adapun hal-hal yang menjadi keistimewaan yang dimaksudkan dalam RUU kabupaten/kota di Provinsi Aceh ini, menurut Politisi Fraksi PPP, itu yakni berkaitan dengan penyelenggaraan kehidupan beragama atau penyelenggaraan kehidupan adat istiadat yang ada di sana. Termasuk, keistimewaan Pendidikan serta keistimewaan peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah.
“Jadi ada empat unsur keistimewaan yang patut kita respon menjadi hak istimewa bagi daerah kabupaten/kota yang memang kita sepakati nanti untuk dasar diseragamkan saja, untuk penyebutan istimewa tersebut,” tandasnya. (gal/rdn)